Indeks Ketimpangan Gender di indonesia
Kesetaraan gender merujuk pada
keadaan setara dalam pemenuhan hak dan kewajiban antara gender laki laki dan
Perempuan. Permasalahan gender adalah masalah yang sepertinya tidak ada
habisnya. Berbagai isu mengenai kesetaraan gender bermunculan baik yang dialami
perempuan maupun laki laki. Kejadian-kejadian diskriminasi berdasarkan gender masih
banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Gender sangat berkaitan dengan
pembagian beban, kedudukan, dan tugas antara laki laki dan perempuan. Perempuan sering menjadi pihak yang menanggung
beban lebih berat sebagai dampak dari ketidaksetaraan, namun tidak bisa
dipungkiri laki laki juga banyak menjadi korban dari ketidaksetaraan gender.
Oleh karena itu, isu kesetaraan gender
menjadi salah satu tujuan dalam pembangunan berkelanjutan. Dari 169 target
dalam SDgs, terdapat 91 target terkait dengan kesetaraan gender, hak asasi perempuan,
dan anak perempuan. Kesetaraan gender dan pembangunan ekonomi memiliki hubungan
yang saling terkait, hal ini telah dikaji pada beberapa literatur. Kemajuan
Pembangunan ekonomi akan mendorong tercapainya kesetaraan gender dan kesetaraan
gender akan memberi manfaat pada pembangunan.
Lembaga negara telah melakukan
berbagai upaya untuk menjamin persamaan atau kesetaraan hak dan kedudukan dari
setiap warganya, baik laki laki maupun perempuan. Undang undang yang mengatur
persamaan hak dan kewajiban setiap warga negara tertuang pada UUD 1945 pasal 27
ayat (1) yang berbunyi “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”, pasal 27 ayat (2) “tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan", pasal 30 ayat (1) “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara.”, dan pasal 31 ayat (1) “Setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan”.
Meskipun
sudah diatur dalam undang undang dasar 1945 tetapi masih saja kita temui
berbagai masalah ketimpangan gender. Mengatasi dan mengentaskan ketimpangan
bisa dilakukan dengan bantuan data data yang diperoleh dari melakukan
pengukuran ketimpangan gender. Salah satu indikator yang bisa digunakan dalam
mengukur ketimpangan ini adalah Indeks
Ketimpangan Gender (IKG). Indeks
Ketimpangan Gender (IKG) mengukur atau mengevaluasi ketidaksetaraan gender pada
tiga dimensi yaitu kesehatan reproduksi,
pemberdayaan, dan partisipasi di pasar tenaga kerja. IKG ini mengadaptasi ukuran
ketimpangan gender dari UNDP dengan perbedaan terletak pada indicator yang
Menyusun dimensi dimensi tersebut. Untuk dimensi kesehatan reproduksi, UNDP
menggunakan angka kematian ibu dan tingkat fertilitas remaja, sedangkan BPS
sendiri menggunaka proporsi wanita pernah kawin usia 15-49 tahun yang
pernah melahirkan anak lahir hidup dalam dua tahun terakhir tidak di fasilitas
kesehatan dan proporsi wanita pernah kawin usia 15-49 tahun yang melahirkan
anak lahir hidup pertama kali di usia kurang dari 20 tahun. Untuk dimensi
pemberdayaan, UNDP menggunakan persentase penduduk berusia 25 tahun ke atas
dengan ijazah terakhir yang dimiliki minimal SMP dan sederajat, sedangkan BPS
menggunakan batasan SMA ke atas dan sederajat.
Berdasarkan publikasi BPS, selama
lima tahun terakhir ketimpangan gender di Indonesia turun secara konsisten. IKG
mengalami penurunan sebesar 0,40 poin dari tahun 2018 hingga 2022, hal ini
mengindikasikan kesetarann yang semakin membaik. IKG Indonesia tercatat 0,499
pada tahun 2018, 0,488 pada tahun 2019, 0,472 pada tahun 2020, 0,0465 pada
tahun 2921 dan 0,459 pada tahun 2022. Dari angka ini dapat dilihat bahwa
penurunan sesudah tahun 2020 terus mengalami perlambatan yang akan menimbulkan
pertanyaan mengenai adanya hubungan pandemi covid-19 dan lambatnya perubahan
IKG.
Kementrian Tenaga Kerja RI di
awal tahun 2021 mengungkapkan bahwa lebih dari 623 ribu tenaga kerja Perempuan terdampak
pandemi covid-19. Selain itu UN Women juga melakukan survei dengan judul
“Measuring the shadow pandemic: Violence against women during COVID-19”, dari
survei tersebut ditemukan bahwa selama masa pandemi,kekerasan terhadap
Perempuan mengalami peningkatan yang mengakibatkan para perempuan merasa tidak
ada rasa aman bagi mereka bahkan sekalipun di rumah. Sehinga secara tidak langsung pandemi covid-19
berpotensi mengganggu upaya peningkatan kesetaraan gender karena pandemi
memiliki andil terhadap perlambatan perubahan nilai IKG.
Provinsi
dengan nilai IKG tertinggi adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu sebesar
0,648 dan Provinsi Nusa Tenggara Barat menjadi satu satunya provinsi yang
memiliki nilai IKG di atas 0,6. Selain itu juga terdapat 11 provinsi yang
tersebar di semua pulau dengan nilai IKG yang cukup tinggi yaitu diatas 0,5,
hal ini menunjukkan bahwa pembangunan gender di Indonesia belum optimal karena
masih terdapat ketimpangan gender pada 3 dimensi pembangun IKG.
Pemerintah
sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pemberdayaan Perempuan
yakni meningkatkan jumlah Perempuan dalam kegiatan ekonomi atau ketenagakerjaan
meningkatkan jumlah Perempuan dalam pengambilan Keputusan di pemerintahan, menargetkan
keterwakilan 30 persen Perempuan dalam pemilu legislative, menerapkan wajib
belajar 12 tahun, meningkatkan angka melek huruf melalui program pemberantasan
buta huruf atau pendidikan keasaraan, meningkatkan kualitas layanan Kesehatan
terhadap ibu dan anak, serta memberikan edukasi bagi para ibu hamil dan calon
orang tua.
Komentar
Posting Komentar